Nama: Diah Ayu Setiarini
Kelas: 3pa02
Npm: 12514951
A. Teknik
Terapi Psikoanalisa
1. Asosiasi
Bebas
Free association
adalah suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara
total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas di benaknya,
termasuk mimpi-mimpi, pelbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa
diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi
bebas, sebagai suatu metode terapi, tentu saja memiliki tujuan. Salah satunya,
adalah apa yang disebutkan oleh Goble (1991: 137) sebagai berikut, “Teori yang
mendasarinya asosiasi bebas ialah bahwa lewat diskusi yang kelihatannya tanpa
tujuan ini, dilengkapi dengan analisis terhadap mimpi-mimpi pasien, maka pasien
itu akan menjadi insaf tentang kejadian-kejadian di masa lalunya yang telah
menyebabkan atau tengah menjadi sebab bagi kesulitannya sekarang.
2. Analisis
Mimpi
Mimpi,
dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal
tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau
isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal
ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent
atau muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan
dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang
disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi. Analisis mimpi, sebenarnya lebih dapat
dipahami sebagai suatu bentuk asosiasi bebas, tapi dalam konsep Freud, mimpi
merupakan suatu bentuk kegiatan mental yang sangat terorganisasi sehingga patut
diperhatikan secara khusus. Bukunya yang terbit tahun 1900, yaitu The Interpretation of Dream menjadi
bukti konkret akan bentuk perhatian khusus itu.
3. Transferensi (Transference)
Transferensi terjadi apabila pasien memindahkan kepada
terapis emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak.
Dalam pengalaman perawatan, emosi-emosi yang dipindahkan itu biasanya muncul
dalam wujud-wujud yang ringan dan diarahkan kepada anlis. Ketika prosedur
terapi berjalan, emosi-emosi ini bertambah kuat dan berlangsung lama. Di mata
pasien, terapis itu memakin peran orang tua yang galak (atau orang lain yang
menggantikan hubungan ini dengan pasien dalam masa kanak-kanak). Ini adalah
alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien
karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali
pengalaman-pengalamn emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Disebut abreaksi
kalau respons pasien terhadap mekanisme ini merupakan tahap yang peling kritis
dalam psikonalisis. Jadi, abreaksi itu tidak lain adalah pelepasan tegangan
emosional yang berkaitan dengan pikiran atau gagasan, konflik, atau ingatan
yang ditekan. Sering kali istilah ini digunakan dalam upaya mengusahakan agar
pengalaman emosional yang pahit “ditimbulkan kembali” atau diingat kembali
dengan jelas. Transferensi mungkin menyebabkan kelekatan, ketergantungan atau
bahkan cinta pada terapis (transferensi positif), atau juga mungkin menimbulkan
kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap
terapis (transferensi negatif).
4. Penafsiran
Penafsiran tidak lain daripada penjelasan dari psikoanalis
tentang makna dari asosiasi-asosiasi, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi
dari pasien. Atau secara umum dapat dikatakan, penafsiran adalah setiap
pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang
baru. Penafsiran sangat penting selama psikoanalisis berlangsung. Terapi harus
selalu waspada terhadap kesempatan-kesempatan untuk menguraikan danmenafsirkan
makna dinamik adri asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, dan tingkah laku
pasien. Ia harus memperhatikan secara khusus perasaan-perasaan yang diungkapkan
pasien dan berusaha menemukan hubungan antara perasaan-perasaan itu dengan
sifat dari hal-hal yang sedang dibicarakan. Penafsiran-penafsiran yang
diberikan analis dibagi menjadi dua kategori yaitu penafsiran-penafsiran yang
mengundang perhatian pasien terhadap emosi-emosi yang mengundang perhatian
pasien terhadap emosi-emosi yang idungkapkannya dan penafsiran-penafsiran yang
membantu pasienmengenal pertahanan-pertahanan ang digunakannya untuk
mepertahankan perasaan-perasaan tertekan yang mengacam atau tidak menyenangkan
B. Teknik Terapi Humanistik
1. Person-Centered Therapy
Terapi ini disebut juga client-centered theraphy (terapi yang
berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai
oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers
yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai
secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain
yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers
berpendapat bahwa orang-orang memiliki kencenderungan dasar yang mendorong
mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers,
gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain
menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri.
2. Terapi Gestalt
Sasaran utama terapi Gestalt adalah memperkuat penyadaran [Awareness] yang akan meingkatkan arti
kehidupannya secara penuh, di sini dan sekarang. Penyadaran ini menjadi sasara
utama dalam terapi Gestalt, agar selajutnya pasien secara berangsur-angsur bisa
mencapai keterpaduan yang diperlukan untuk memungkinkan perkembangan dirinya
berlangsung dengan baik. Penyadaran dilakukan terhadapa pasien meliputi
penyadaran yang lebih terhadap hal khusus. Dalam kaitan ini tujuan terapi
adalah meningkatkan kemampuan pada pasien agar bisa mebiasakan diri dalam
melakukan penyadaran yang diperlukan. Maka kalau pada mulanya penyadaran adalah
berupa isi, pada akhirnya berupa proses.
Penyadaran meliputi pengetahuannya terhadap lingkungan, tanggung jawab
terhadapa pilihan-pilihannya, pengetahuan terhadap diri sendiri, penerimaan
terhadap diri sendiri dan kemapuan untuk berhubungan dengan lingkungan.
3. Terapi Eksistensial
Pendekatan eksistensial kurang mekanistik dibandingkan dengan
pendekatan lain yang telah dibicarakan, tetapi pendekatan eksistensial kurang
optimistik dibandingkan dengan pendekatan humanistik. Karena pendekatan
eksistensial tidak memiliki metodologi, maka sulit sekali mengemukakan
langkah-langkah terapeutiknya yang khas. Dengan tidak adanya metodologi, maka
para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari
pendekatan-pendekatan terapi lainnya, seperti metode dan prosedur dari terapi
Gestalt, Analisis Transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam
pendekatan eksistensial. Metode dan prosedur yang digunakan mereka juga sangat
bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu kepada pasien yang lain, tetapi
juga dari fse yang satu ke fase yang lain terhadap pasien yang sama.
C. Teknik-teknik
terapi behavioristik
1. Desensitisasi
Sistematis
Adalah
salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku
desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperlukan
secara negative, dan menyertakan permunculan tingkah laku atau respon yang
berlawanan.
2. Terapi
implosive dan pembanjiran
Adalah
sebuah teknik yang terdiri atas permunculan stimulus berkondisi secara
berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.
3. Latihan
asertif
Latihan
perilaku asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan
untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
4. Pengkondisian
Aversi
Teknik
pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara
menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak
dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.
5. Pembentukan
Perilaku Model
Perilaku
model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku
yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model,
baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan
dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
6. Kontrak
Perilaku
Kontak
perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien)
untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor
memberikan ganjaran positif yang penting dibandingkan memberikan hukuman jika
kontrak tidak berhasil.
7. Token
Ekonomi
Token ekonomi
dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat
yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token ekonomi,
tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang
nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuan
prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang
intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya
dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/aangar/terapi-psikoanalitik_55005c6fa33311a96f510ed2
Gunarsa, Singgih. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Eresku.