Kamis, 20 Juli 2017

REBT (Rational Emotif Behavioral Theraphy)

Nama : Diah Ayu Setiarini 
NPM : 12514951
Kelas: 3PA02

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
Tokoh dari rational emotive theraphy adalah Albert Ellis dan sering disebut pendekatan konseling ABCDE. REBT dulu dikenal sebagai RET (Rational Emotif Theraphy). Menurut Gladding (2004), teori yang dikembangkan oleh Ellis ini serupa dengan pendekatan kognitif yang dikembangkan oleh Aaron Beck. Corey(2001) mengatakan bahwa ada perbedaan antara terapi yang dikembangkan oleh Beck dan REBT, terutama dalam hal metode dan gaya terapi. Misalnya, REBT sangat persuasif, dan konfrontatif, sedangkan Beck memakai dialog Sokratik dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka dengan tujuan agar klien merefleksikan isu-isu personal dan sampai pada kesimpulan mereka sendiri. Perkembangan kedua pendekatan ini terjadi secara independen pada saat yang bersamaan.
A.  Konsep utama
Berdasar atas filosofi bahwa ”apa yang menganggu jiwa manusia bukanlah peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap persitiwa-peristiwa tersebut”. Percaya bahwa setiap manusia mempunyai pilihan, mampu mengontrol ide2nya, sikap, perasaan, dan tindakan2nya serta mampu menyusun kehidupannya menurut kehendak atau pilihannya sendiri. Didasari asumsi bahwa manusia itu dilahirkan dengan potensi rasional dan juga irasional. Karakteristik utama RET: aktif-direktif
B.  Tujuan konseling
Membantu klien memahami kepercayaan irasionalnya, dengan mendebat, melepaskan atau mengusirnya, dan selanjutnya merubahnya dengan pemikiran yang lebih positif dan rasional.
C.  Fungsi konselor
Fungsi utama konselor: menyerang, membantah, mengkonfrontasikan, atau membongkar keyakinan irrasional klien dalam rangka menunjukkan betapa tidak rasionalnya cara berpikir klien. Membantu menggantinya dengan cara berpikir dalam perspektif baru yang lebih baik, positif, dan rasional, selanjutnya menguatkan dan meyakinkan akan keberhasilannya serta mendorong untuk mengimplementasikan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata.
D.  Proses dan teknik konseling
Klien diharapkan sepenuhnya dapat mencapai tiga pemahaman : peristiwa-peristiwa sebelumnya yang menyebabkan perilakunya neurotik, alasan-alasan yang menjadikannya ia mempertahankan ketidakbahagiannya dan mengulanginya, klien dapat mengalahkan gangguan emosinya dengan secara konsisten mengobservasi, menanyakan, dan menemukan system keyakinan dirinya.
E.   Teknik
1.      Teknik-teknik Kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien, meliputi :
 a) Pengajaran : Menunjukkan betapa tidak logisnya cara berpikir klien sehingga menimbulkan gangguan emosi dan mengajarkan cara2 berpikir yang lebih positif & rasional.
 b) Persuasif : Melalui berbagai argumentasi, konselor meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya yang keliru.
c) Konfrontasi : Menyerang ketidakrasionalan berpikir klien dan membawanya ke arah berfikir yang lebih rasional.
d) Pemberian Tugas : Memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.  
2.      Teknik-teknik Emotif yaitu teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Konselor harus mampu menerima klien tanpa sayarat. Termasuk teknik ini : sosiodrama, role playing, modeling ataupun self modeling, latihan asertif, humor , latihan melawan rasa malu.

3.      Teknik-teknik perilaku digunakan untuk mengubah tingkah laku klien yang tidak diinginkan. Termasuk teknik ini: penguatan (reinforcement),  teknik permodelan sosial (social modelling), relaksasi.
Daftar Pustaka
      Lesmana, M.K. (2005). Dasar-dasar konseling. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 



Pada video ini, klien merupakan mahasiswi semester 5 yang berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Klien tersebut bernama Karina. Karina mempunyai masalah bahwa dirinya adalah seseorang yang perfeksionis, yang menginginkan segala sesuatunya sesuai dengan keinginnya. Contohnya pada tugas kelompok, pada tugas kelompok ada seseorang yang mengerjakan sesuatu asal-asalan, jika tugas tersebut tidak sesuai dengan apa yang Karina inginkan, ia akan mengulang tugas tersebut dari awal sampai tugas tersebut sesuai denganapa yang ia inginkan. 
Karina mendapatkan kritikan dari teman-temannya atas perilaku perfeksionisnya dan teman-temannya menyerahkan semua tugasnya kepada Karina, karena merasa apa yang mereka kerjakan tidak sesuai dengan apa yang Karina inginkan. Karina menyadari bahwa perilaku perfeksionisnya itu salah, kemudian Konselor memberikan saran kepada Karina bahwa manusia  mempunyai kekurangan dan kelebihan dan karina disarankan untuk mendengarkan pandangan orang lain.

Konselor memberikan dorongan kepada Karina untuk mengubah sikap perfeksionis dengan tekad yang kuat. Dalam video ini konselor juga memberikan dampak perilaku yang telah dilakukan oleh Karina. Konselor meminta Karina untuk berfikir bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna dan mengakibatkan manusia merasa kurang dan timbulnya sifat perfeksionis. Kemudian, Karina menyadari bahwa ia harus berperiaku perfeksionis pada kondisi yang tepat atau bisa membedakan kapan harus bersikap perfeksionis dan kapan tidak. Karina menyadari juga untuk mengubah sikap perfeksionis.

Rabu, 05 April 2017

Teknik-Teknik Terapi pada Psikologi

        Nama: Diah Ayu Setiarini
        Kelas: 3pa02
        Npm: 12514951

             A.    Teknik Terapi Psikoanalisa
1.      Asosiasi Bebas
Free association adalah suatu metode terapi yang dirancang untuk memberikan kebebasan secara total kepada pasien dalam mengungkapkan segala apa yang terlintas di benaknya, termasuk mimpi-mimpi, pelbagai fantasi, dan hal-hal konflik dalam dirinya tanpa diagenda, dikomentari, ataupun banyak dipotong, apalagi disensor. Asosiasi bebas, sebagai suatu metode terapi, tentu saja memiliki tujuan. Salah satunya, adalah apa yang disebutkan oleh Goble (1991: 137) sebagai berikut, “Teori yang mendasarinya asosiasi bebas ialah bahwa lewat diskusi yang kelihatannya tanpa tujuan ini, dilengkapi dengan analisis terhadap mimpi-mimpi pasien, maka pasien itu akan menjadi insaf tentang kejadian-kejadian di masa lalunya yang telah menyebabkan atau tengah menjadi sebab bagi kesulitannya sekarang.
2.      Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung muatan manifes atau manifest content dan content latent atau muatan laten. Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.  Analisis mimpi, sebenarnya lebih dapat dipahami sebagai suatu bentuk asosiasi bebas, tapi dalam konsep Freud, mimpi merupakan suatu bentuk kegiatan mental yang sangat terorganisasi sehingga patut diperhatikan secara khusus. Bukunya yang terbit tahun 1900, yaitu The Interpretation of Dream menjadi bukti konkret akan bentuk perhatian khusus itu.
3.      Transferensi (Transference)
Transferensi terjadi apabila pasien memindahkan kepada terapis emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak. Dalam pengalaman perawatan, emosi-emosi yang dipindahkan itu biasanya muncul dalam wujud-wujud yang ringan dan diarahkan kepada anlis. Ketika prosedur terapi berjalan, emosi-emosi ini bertambah kuat dan berlangsung lama. Di mata pasien, terapis itu memakin peran orang tua yang galak (atau orang lain yang menggantikan hubungan ini dengan pasien dalam masa kanak-kanak). Ini adalah alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman-pengalamn emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya. Disebut abreaksi kalau respons pasien terhadap mekanisme ini merupakan tahap yang peling kritis dalam psikonalisis. Jadi, abreaksi itu tidak lain adalah pelepasan tegangan emosional yang berkaitan dengan pikiran atau gagasan, konflik, atau ingatan yang ditekan. Sering kali istilah ini digunakan dalam upaya mengusahakan agar pengalaman emosional yang pahit “ditimbulkan kembali” atau diingat kembali dengan jelas. Transferensi mungkin menyebabkan kelekatan, ketergantungan atau bahkan cinta pada terapis (transferensi positif), atau juga mungkin menimbulkan kebencian, ketidaksabaran, dan kadang-kadang perlawanan yang keras terhadap terapis (transferensi negatif).
4.      Penafsiran
Penafsiran tidak lain daripada penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi dari pasien. Atau secara umum dapat dikatakan, penafsiran adalah setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran sangat penting selama psikoanalisis berlangsung. Terapi harus selalu waspada terhadap kesempatan-kesempatan untuk menguraikan danmenafsirkan makna dinamik adri asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, dan tingkah laku pasien. Ia harus memperhatikan secara khusus perasaan-perasaan yang diungkapkan pasien dan berusaha menemukan hubungan antara perasaan-perasaan itu dengan sifat dari hal-hal yang sedang dibicarakan. Penafsiran-penafsiran yang diberikan analis dibagi menjadi dua kategori yaitu penafsiran-penafsiran yang mengundang perhatian pasien terhadap emosi-emosi yang mengundang perhatian pasien terhadap emosi-emosi yang idungkapkannya dan penafsiran-penafsiran yang membantu pasienmengenal pertahanan-pertahanan ang digunakannya untuk mepertahankan perasaan-perasaan tertekan yang mengacam atau tidak menyenangkan
            B.     Teknik Terapi Humanistik
1.      Person-Centered Therapy
Terapi ini disebut juga client-centered theraphy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pada awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, teknik ini dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kencenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri.
2.      Terapi Gestalt
Sasaran utama terapi Gestalt adalah memperkuat penyadaran [Awareness] yang akan meingkatkan arti kehidupannya secara penuh, di sini dan sekarang. Penyadaran ini menjadi sasara utama dalam terapi Gestalt, agar selajutnya pasien secara berangsur-angsur bisa mencapai keterpaduan yang diperlukan untuk memungkinkan perkembangan dirinya berlangsung dengan baik. Penyadaran dilakukan terhadapa pasien meliputi penyadaran yang lebih terhadap hal khusus. Dalam kaitan ini tujuan terapi adalah meningkatkan kemampuan pada pasien agar bisa mebiasakan diri dalam melakukan penyadaran yang diperlukan. Maka kalau pada mulanya penyadaran adalah berupa isi, pada akhirnya berupa proses.  Penyadaran meliputi pengetahuannya terhadap lingkungan, tanggung jawab terhadapa pilihan-pilihannya, pengetahuan terhadap diri sendiri, penerimaan terhadap diri sendiri dan kemapuan untuk berhubungan dengan lingkungan.
3.      Terapi Eksistensial
Pendekatan eksistensial kurang mekanistik dibandingkan dengan pendekatan lain yang telah dibicarakan, tetapi pendekatan eksistensial kurang optimistik dibandingkan dengan pendekatan humanistik. Karena pendekatan eksistensial tidak memiliki metodologi, maka sulit sekali mengemukakan langkah-langkah terapeutiknya yang khas. Dengan tidak adanya metodologi, maka para terapis eksistensial sering mengambil metode dan prosedur dari pendekatan-pendekatan terapi lainnya, seperti metode dan prosedur dari terapi Gestalt, Analisis Transaksional, dan psikoanalisis yang diintegrasikan dalam pendekatan eksistensial. Metode dan prosedur yang digunakan mereka juga sangat bervariasi, tidak hanya dari pasien yang satu kepada pasien yang lain, tetapi juga dari fse yang satu ke fase yang lain terhadap pasien yang sama.
C.     Teknik-teknik terapi behavioristik
1.       Desensitisasi Sistematis
Adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperlukan secara negative, dan menyertakan permunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan.
2.      Terapi implosive dan pembanjiran
Adalah sebuah teknik yang terdiri atas permunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tanpa pemberian perkuatan.
3.      Latihan asertif
Latihan perilaku asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
4.       Pengkondisian Aversi
Teknik pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.
5.      Pembentukan Perilaku Model
Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
6.      Kontrak Perilaku
Kontak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif yang penting dibandingkan memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil.
7.      Token Ekonomi
Token ekonomi dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token ekonomi, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.

Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/aangar/terapi-psikoanalitik_55005c6fa33311a96f510ed2
Gunarsa, Singgih. (2007). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Semiun,Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius. 
Corey, Gerald. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: PT. Eresku.